Selasa, 02 Agustus 2011

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SEKS BEBAS PADA REMAJA DENGAN KESEHATAN REPRODUKSINYA

1.1 Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa transisi yang unik dan ditandai oleh berbagai perubahan fisik,emosi dan phisikis. Masa remaja yaitu 10 – 19 tahun,merupakan masa yang khusus dan penting,karena merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia,dan sering disebut masaa pubertas.
Remaja yang sedang mencari identitas diri sangat mudah menerima informasi dunia berkaitan dengan masalah fungsi alat reproduksinya,sehingga cenderung menjurus ke arah pelaksanaan hubungan seksual yang semakin bebas.
Perilaku ingin mencoba-coba hal yang baru jika didorong oleh rangsangan seksual dapat membawa remaja masuk pada hubungan sek pranikah dengan segala akibatnya,antara lain akibat kematangan organ sek maka dapat terjadi kehamilan remajadi luar nikah,upaya abortus,dan penularan penyakit kelamin. Akibat hubungan sek pra nikah remaja terancam kehamilan yang tidak diinginkan,pengguguran kandungan yang tidak aman,infeksi organ-organ reproduksi,kemandulan,kematian karena perdarahan dan menambah risiko tertular panyakit menular seksual (PMS),seperti :gonore (GO),sifilis,herpes simpleks (genitalia),clamidia,kondiloma akuminata,HIV/AIDS.
Menurut ciri perkembangannya,masa remaja dibagi menjadi tiga tahap,yaitu masa remaja awal 10 – 12 tahun,Masa remaja tengah 13 – 15 tahun,Masa remaja akhir 16 – 19 tahun ( Departemen Kesehatan Republik Indonesia,2001).
Dalam melakukan hubungan seksual sebagian besar remaja tidak terlindungi dari dua hal kemungkinan yang dapat terjadi yaitu kehamilan yang tidak diinginkan,dan penyakit hubungan seksual yang menjurus ke arah penyakit radang panggul. Masalah tersebut nyata memberikan dampak yang merugikan remaja dalam menghadapi masa depan yang lebih baik.
Penyakit radang panggul wnita merupakan kelanjutan dari infeksi karena hubungan seksual yang tidak terlindungi.terjadinya radang panggul ini merupakan kegagalan dalam upaya pencegahan primer yaitu dengan menghindari terjadinya penyakit hubungan seksual sampai AIDS. Kejadian radang panggul semakin meningkat berkaitan dengan makin bebasnya hubungan seksual pra nikah pada remaja. Informasi yang semakin cepat dan luas dalam berbagai bentuk telah menyebabkan dunia makin milik remaja.
Masalah hubungan sek dengan akibatnya dalam bentuk penyakit hubungan sek (PHS) sebagian besar mendapat pengobatan di luar rumah sakit dan mungkin tidak adekuat sehingga penyakit berjalan subklinis (tanpa gejala klinis yang khas) namun kerusakan jaringan berlangsung terus yang mengakibatkan kemandulan. Dari sudut bakteriologo (mikroorganisme) yang paling sering menyebabkan penyakit hubungan sek dan menjurus kearah penyakit radang panggul adalah Neiserreia gonorrhea,Clamydia trachomatosis,Nycoplasma hominis dan bakteri lainnya.
Penyakit ini merupakan kelanjutan dari penyakit hubungan sek maka pengobatan penyakit hubungan sek harus radikal,sehinga dapat menghindari kelangsungannya menjadi penyakit radang panggul ,menimbulkan kerusakan jaringan perlekatan,buntunya saluran yang mengakibatkan makin meningkatnya kehamilan diluar kandungan dan kemandulan ( Arcan,1999).
Dari latar belakang masala di atas penulis tertarik untuk membuat judul penelitian yaitu “Faktor-faktor yang mempengaruhi sek bebas pada remaja dengan kesehatan reproduksinya di SMAN 1 Baregbeg kabupaten Ciamis periode 2010”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan data yang diperoleh,maka penulis merumuskan masalah “Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Sek Bebas pada Remaja dengan Kesehatan Reproduksinya di SMAN 1 Baregbeg Kabupaten Ciamis periode 2010”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran bahaya sek bebas pada remaja terhadap pengaruh kesehatan reproduksinya.
1.3.2 Tujuan Khusus
 Diketahuinya gambaran pengetahuan remaja tentang perilaku sek
 Diketahuinya hubungan perilaku sek remaja dengan kesehatan reproduksinya
 Diketahuinya penyakit akibat hubungan sek
 Diketahuinya dampak media elektronik terhadap perilaku sek remaja.

1.4 Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan hasilnya dapat berguna baik bagi tempat penelitian,bagi institusi pendidikan,bagi peneliti,yaitu :
1.4.1 Bagi tempat penelitian
Sebagai sumber atau bahan masukan bagi tempat penelitian tentang faktor yang mempengaruhi sek bebas di kalangan remaja.
1.4.2 Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dapat dijadikan dokumentasi agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan perbandingan.
1.4.1 Bagi peneliti
Sebagai proses pembelajaran dan aplikasi yang didapat di bangku kuliah sebelumnya,khususnya tentang metode penelitian.

HAK

A. Latar Belakang
Hak (right) adalah hak (entitlement). Hak adalah tuntutan yang dapat diajukan seseorang terhadap orang lain sampai kepada batas-batas pelaksanaan hak tersebut. Dia tidak mencegah orang lain melaksanakan hak-haknya. Hak-hak tersebut mungkin saja dilanggar tetapi tidak pernah dapat dihapuskan.
Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia semenjak dia lahir dan merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang. HAM tidak dapat dialihkan dari satu orang kepada orang lain, selain itu HAM bersifat universal yang artinya berlaku di mana saja dan kapan saja.
Dalam perkembangan HAM dari masa ke masa, abad ke-20 merupakan puncak perkembangan dan kesadaran HAM. Abad ke-20 dapat dilihat sebagai masa di mana kesadaran tentang pentingnya hak-hak, khususnya HAM, sangat menonjol dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya. Hal ini terlihat dari berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang kemudian membuat instrumen-instrumen hukum internasional mengenai hak asasi manusia.
Adanya instrumen-instrumen hukum internasional mengenai hak asasi manusia, bukan berarti pelanggaran terhadap hak asasi manusia berkurang atau tidak ada lagi. Pelanggaran hak asasi manusia tetap ada dan korban tetap berjatuhan, contohnya pada perang Vietnam dan terjadinya genocide di Yugoslavia dan Rwanda. Pelanggaran hak asasi manusia terjadi di seluruh belahan dunia, termasuk di wilayah Asia Tenggara salah satunya adalah Myanmar.
Pada tahun 1988, di Myanmar terjadi demonstrasi berskala nasional yang dimulai sebagai bagian dari reaksi atas tekanan terhadap semua hak-hak sipil dan politik oleh pemerintah Myanmar dan atas kegagalan ekonomi sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah yaitu Burmese way to socialism.
Pada saat itu banyak terjadi demonstrasi-demonstrasi yang menuntut hak-hak atas kebebasan dan demokrasi tapi tentara menggunakan cara kekerasan untuk membubarkan demonstrasi tersebut. Ratusan warga sipil ditangkap dan banyak yang menderita cedera atau meninggal dalam perawatan di tahanan. Puncaknya adalah ketika seorang politikus yang merupakan sekretaris Jenderal Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy, NLD) ditangkap dan ditahan tanpa ada proses pengadilan yang adil dan alasan kenapa ia ditangkap, orang tersebut adalah Aung San Suu Kyi.
Di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada Pasal 9 disebutkan bahwa tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang. Terlihat jelas bahwa pasal tersebut melarang setiap penahanan yang secara sewenang-wenang.
Suatu penahanan dapat dikatakan sewenang-wenang ketika tindakan penahanan tersebut melanggar prosedur hukum domestik dan tidak sesuai dengan standar-standar internasional yang relevan seperti diatur dalam DUHAM dan instrumen-instrumen internasional yang relevan serta telah diterima oleh negara yang bersangkutan.
Selain di DUHAM, penahanan sewenang-wenang juga diatur dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yaitu pada Pasal 9 yang dalam kalimat kedua menyatakan bahwa “…tak seorang pun boleh ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang…”. Larangan kesewang-wenangan kesewenang-wenangan dalam kalimat kedua Pasal 9 ayat 1 ICCPR menunjukkan pembatasan tambahan dalam kaitannya dengan pencabutan kebebasan, suatu pembatasan yang ditujukan kepada badan perundang-undangan nasional dan agen-agen penegak hukum.
Selain diatur dalam dua konvensi di atas, penahanan sewenang-wenang juga diatur dalam the Body of Principles for Protection of All Persons under any Form of Detention or Imprisonment, selanjutnya di sebut the Body of Principles. The Body of Principles menyatakan bahwa penangkapan, penahanan atau pemenjaraan hanya boleh dilaksanakan secara kaku sesuai dengan ketentuan hukum dan oleh para pejabat yang berwenang atau orang yang diberikan wewenang untuk itu (Body of Principles, Prinsip 2). Dalam prinsip tersebut tersiratkan bahwa seseorang ditangkap atau ditahan harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan tidak boleh melanggar atau mengabaikan ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam konstitusi Myanmar memang tidak disebutkan secara jelas bahwa penahanan secara sewenang-wenang dilarang. Namun hal tersebut tersirat dalam Pasal 159 huruf b yang menyatakan bahwa “no citizen shall be placed in custody for more than 24 hours without the sanction of a competent judicial organ”. Isi pasal tersebut berarti setiap warga negara tidak boleh ditahan lebih dari 24 jam tanpa adanya sanksi dari lembaga hukum yang berwenang. Terlihat jelas bahwa seseorang dapat ditahan apabila telah dikenai sanksi oleh lembaga hukum yang berwenang dan yang merupakan lembaga hukum yang berwenang di Myanmar adalah Council of People’s Justices.
Pada tanggal 28 Mei 2004, United Nations Working Group for Arbitrary Detention mengeluarkan opini (No. 9/2004) bahwa penahanan atau pengurangan kebebasan Aung San Suu Kyi adalah sewenang-wenang, sebagai yang disebut pada Pasal 9 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang berbunyi “tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang”, dan meminta kepada pemerintah Myanmar untuk melepaskan Aung San Suu Kyi, tapi sampai sekarang pemerintah Myanmar tidak memperdulikan permintaan tersebut.
Penahanan Aung San Suu Kyi oleh pemerintah Myanmar berdasarkan Pasal 10 1975 State Protection Act, yang menyebutkan bahwa untuk melindungi negara dari bahaya, the Central Board mempunyai hak untuk melakukan tindakan penahanan terhadap orang yang dianggap membahayakan negara selama 90 hari, bisa diperpanjang menjadi 180 hari dan apabila dianggap perlu orang tersebut bisa di tahan selama satu tahun 1975 State Protection Act di amandemen oleh State Law and Order Restoration Council (SLORC) pada tanggal 9 Agustus 1991. Amandemen ini mengubah maksimun masa penahanan pada Pasal 14 dan 22, dari tiga tahun menjadi lima tahun. Amandemen ini juga mehilangkan right to appeal pada Pasal 21.
Pada saat masa penahanan Aung San Suu Kyi sudah habis, pemerintah Myanmar menambah lagi masa tahanan untuk beberapa tahun ke depan. Penambahan masa tahanan rumah Aung San Suu Kyi berdasarkan 1975 State Protection Act (Pasal 10 b), di mana memberi kekuasaan kepada pemerintah untuk menahan seseorang tanpa adanya proses pengadilan. Hingga sampai sekarang Aung San Suu Kyi masih berada dalam tahanan rumah dengan dibatasinya segala informasi, kegiatannya serta tamu-tamunya yang akan berkunjung.